Pada 18-21 Desember 2017 bertempat di Hotel Bizz Ambon, Maluku Yayasan BaKTI melaksanakan Monitoring dan Evaluasi (monev) Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Keseteraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan). Monev diikuti oleh lembaga mitra dan 1 sub office, yaitu Yayasan Lembaga Penelitian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (YLP2EM) Parepare, Yayasan Kombongan Situru (YKS) Tana Toraja, Rumpun Perempuan Sultra (RPS) Kendari, Yayasan Arika Mahina (YAM) Ambon, Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua (PPSE-KA) Atambua, Belu, dan Kantor sub office MAMPU-BaKTI Nusa Tenggara Barat.
Membuka Monev Direktur Yayasan BaKTI, M. Yusran Laitupa mengatakan bahwa, monev dilakukan setiap akhir tahun untuk mengukur apa yang telah dibuat dan dicapai dalam satu tahun berjalan. Untuk tahun 2017 Yayasan BaKTI dan mitranya fokus pada advokasi kebijakan dan telah melahirkan sejumlah kebijakan, di antaranya Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbup), Peraturan Walikota (Perwali), Surat Keputusan (SK), dan MOU (memorandum of understanding).
Sementara Program Manager Program MAMPU-BaKTI Lusy Palulungan mengatakan, sepanjang tahun 2017 Program MAMPU-BaKTI fokus pada advokasi kebijakan yang diharapkan berkontribusi pada akses perempuan terhadap layanan, sebagaimana Indikator Pencapaian yang diberikan MAMPU kepada Yayasan BaKTI. Untuk tahun 2017 beberapa pencapaian cukup signifikan, sehingga pada tahun 2018 akan memudahkan implementasi dari kebijakan yang telah dihasilkan.
Pencapaian dan Pembelajaran 2017
Indikator Pencapain Program MAMPU untuk Yayasan BaKTI adalah Menghasilkan Kebijakan yang Berkontribusi pada Dampak Bagi Akses Perempuan terhadap Layanan. Mengacu pada Indikator tersebut, sepanjang tahun 2017 mitra Yayasan BaKTI telah menghasilkan 26 kebijakan, yang terdiri 4 Perda, 9 Perbup/Perwali, 12 SK, dan 1 MOU (Tabel 1). Advokasi tahun sebelumnya (2015-2016) juga telah menghasilkan kebijakan di Ambon, Parepare, dan Maros.
Jumlah kebijakan yang dihasilkan selama tahun 2017 cukup banyak. Beberapa kebijakan merupakan kontribusi perempuan anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Jika tahun 2015 dan 2016, perempuaan anggota DPRD Ambon dan Parepare menjadi inisiator pembentukan Perda, maka pada tahun 2017 perempuaan anggota DPRD Tana Toraja dan anggota DPRD Maros menjadi inisiator pembentukan Perda, yaitu Perda Kabupaten Tana Toraja No. 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, dan Perda Kabupaten Maros No. 8 Tahun 2017 tentang Kabupaten Layak Anak.
Pengalaman pembentukan Perda melalui inisiatif DPRD di empat wilayah program, yaitu DPRD Parepare, DPRD Tana Toraja, DPRD Maros, dan DPRD Ambon, dituliskan menjadi buku panduan pembentukan Perda berjudul Legislasi Daerah, Panduan Penyusunan Naskah Akademik dan Pembentukan Peraturan Daerah Melalui Inisiatif DPRD Secara Partisipatif.
Selain Perda yang merupakan kebijakan tertinggi di daerah yang proses pembentukannya harus melibatkan DPRD dan Bupati/Walikota setempat, mitra BaKTI juga mengadvokasi lahirnya Perbup/Perwali untuk implementasi Perda yang telah disahkan.
Capaian yang juga sangat penting adalah membantu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang tugas pokok dan fungsinya mengurus Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam menyusun Renacana Strategi (Renstra), di antaranya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Parepare, DP3A Kabupaten Tana Toraja, DP3A Kabupaten Maros, DP3A Kota Kendari, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon.
Pembentukan dan penguatan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) juga bagian dari advokasi kebijakan. Sebagai lembaga layanan bagi perempuan dan anak, P2TP2A diharapkan menjangkau dan menangani korban perempuan dan anak secara optimal.
Di antara P2TP2A wilayah program, layanan P2TP2A Kota Parepare dan P2TP2A Kota Kendari cukup maju dalam menjangkau korban. Penanganan korban di P2TP2A Kota Parepare telah melibatkan paralegal yang dibiayai oleh Pemerintah Kota Parepare (DP3A). Sedangkan di Kota Kendari, P2TP2A, Polres, dan RPS membangun Rumah Rehabilitasi Korban Kekerasan Perempuan dan Anak.
Sepanjang tahun 2017 jumlah kasus yang terlaporkan dan tertangani di enam wilayah sebanyak 399 kasus. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 % ditangani oleh P2TP2A. Dan dari jumlah kasus tersebut sebanyak 210 kasus atau 57 % adalah kasus yang dirujuk oleh Kelompok Konstituen (KK).
Dari Presentasi Monitoring dan Evaluasi Officer Program MAMPU-BaKTI M. Taufan diketahui bahwa jumlah penjangkauan hingga 2017 mencapai 6.442 orang (Tabel 2) dari 6.609 pada tahun 2016, atau mengalami peningkatan 8 %.
Reses Partisipatif
Salah satu pencapaian pada tahun 2017 adalah pengembangan Panduan Reses Partisipatif. Panduan ini dikembangkan berdasarkan praktek Reses Partisipatif oleh anggota DPRD Parepare, Belu, Lombok Timur, Ambon, Tana Toraja, dan Kendari (Tabel 3). Reses Partisipatif mulai dikembangkan tahun 2015 dan pertama kali diujicobakan oleh dua anggota DPRD Parepare, Andi Nurhanjayani dan Jhon Pananganan.
Hingga tahun 2017 sebanyak 33 anggota DPRD telah melaksanakan Reses Partisipatif, yang terdiri dari 14 perempuan dan 19 laki-laki. Selain itu, di Parepare telah dilakukan Pelatihan fasilitator mengenai Reses Partisipatif dengan menggunakan Panduan Reses Partisipatif.
Reses Partisipatif terus disosialisasikan di wilayah Program MAMPU-BaKTI, termasuk kepada mitra nasional Program MAMPU, sehingga diharapkan menjadi salah satu model Reses yang dapat digunakan secara nasional.
2018: Fokus pada LBK
Untuk tahun 2018 Program MAMPU-BaKTI fokus pada pengembangan dan penguatan layanan berbasis komunitas (LBK). Ini dimaksudkan untuk lebih memperkuat layanan di komunitas dan menghubungkannya dengan layanan yang disediakan oleh pemerintah.
Sejak pembentukan KK tahun 2014/2015, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah penanganan kasus. Pengalaman penanganan kasus di KK akan diperkuat untuk meningkatkanan penanganan kasus di komunitas, khususnya penganan perempuan korban kekerasan.
Di samping mempunyai kemampuan penanganan kasus di komunitas, KK diharapkan terhubung dengan layanan di tingkat kabupaten/kota. Ini sangat penting agar layanan pemerintah yang ada di kabupaten/kota dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, di samping itu, layanan di komunitas pun terhubung dengan lembaga layanan yang lebih tinggi. Itu Dengan demikian, advokasi kebijakan pada level kabupaten/kota melalui pembentukan Perda dan Perbup/Perwali serta penguatan DP3A dan P2TP2A dapat segera terimplementasi di tingkat masyarakat. (M. GHUFRAN H. KORDI K.)