Bergerak Bersama untuk Perempuan Catatan mengenai Peringatan HAKtP 2017

Pada 10 Desember 2017 Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) bekerjasama dengan Pemerintah Kota Makassar, KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) Sulawesi Selatan, Yayasan Lemina, Dewi Keadilan, dan Program SPAK (Saya Perempuan Anti Korupsi) melaksanakan Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) 2017. Peringatan atau Kampanye 16 Hari HAKtP merupakan sebuah kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kegiatan ini pertama kali dipelopori oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya kegiatan Kampanye 16 Hari HAKtP berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu 16 hari tersebut adalah untuk menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Di Indonesia, kampanye HAKtP dimulai sejak tahun 2003 oleh Komnas (Komisi Nasional) Perempuan.

Sepanjang 25 November sampai 10 Desember terdapat beberapa peristiwa penting dan bersejarah. Sedangkan penetapan 25 November sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, sebagai penghormatan atas meninggalnya Mirabel bersaudara—Patria, Minerva, & Maria Teresa—pada tanggal yang sama di tahun 1960, akibat pembunuhan keji yang dilakukan oleh kaki tangan penguasa diktator Republik Dominika waktu itu, Rafael Trujillo. Mirabel bersaudara merupakan aktivis politik yang tidak hentinya memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran penguasa Republik Dominika saat itu. Tanggal 25 November juga sekaligus diakuinya kekerasan berbasis gender. Tanggal ini dideklarasikan pertama kalinya sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 pada Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama (https://www.komnasperempuan.go.id). Yayasan BaKTI sebagai bagian dari masyarakat sipil dan salah satu mitra Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) menggandeng Pemerintah Kota Makassar dan beberapa mitra untuk melaksanakan Peringatan HAKtP 2017 di Rusunawa (Rumah susun sederhana sewa) Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dipilihnya Rusunawa sebagai tempat pelaksanaan Peringatan HAKtP 2017, menurut M. Taufan Ramli, Ketua Panitia Pelaksana HAKtP 2017 Yayasan BaKTI, karena beberapa pertimbangan, di antaranya: (1) jumlah warga perempuan dan anak di Rusunawa cukup besar; (2) dari sisi ekonomi, penghuni Rusunawa berada di level menengah ke bawah, di mana kekerasan terhadap perempuan dan anak relatif tinggi; dan (3) walaupun berada di tengah kota, Rusunawa dianggap sebagai daerah pinggiran sehingga sangat jarang mendapat jangkauan dalam hal sosialisasi atau kampanye mengenai perlindungan perempuan dan anak. Sementara Direktur Yayasan BaKTI, M. Yusran Laitupa, dalam sambutannya mengatakan bahwa, BaKTI memilih Rusunawa sebagai tempat pelaksanaan Kampanye HAKtP 2017, agar kampanye dan upaya-upaya penghapusan kekerasan perempuan dan anak tidak hanya bergaung di tingkat elit.

Upaya penghapusan kekerasan perempuan dan anak harus menjadi sesuatu yang massif dan itu harus dilaksanakan di seluruh level masyarakat. Aku Sayang Badanku Kampanye HAKtP 2017 yang dilaksanakan di Rusunawa dilaksanakan dalam beberapa bentuk kegiatan, yang ditujukan untuk anak-anak dan orang dewasa. Untuk anak-anak berumur 5-11 tahun diperkenalkan bagaimana mengenal dan melindungi dirinya dari kekerasan, terutama kekerasan seksual. Kegiatan untuk anak-anak yang bertema “Aku Sayang Badanku” dilakukan oleh fasilitator dari Yayasan Lemina. Dengan metode pemutaran video dan bermain, anak-anak diperkenalkan bagian-bagian tubuh yang perlu dilidungi dari kekerasan seksual. Peserta dibagi ke dalam dua kelas, yaitu kelas perempuan dan kelas laki-laki. Pengenalan terhadap tubuh bagi anak sangat penting untuk pencegahan kekerasan seksual. Pasalnya, selama ini pendidikan di masyarakat tidak selalu menguntungkan atau tidak membantu anak-anak dalam melindungi dirinya. Misalnya, di masyarakat terdapat istilah “burung” ditujukan untuk menyebut “penis”. Istilah seperti itu tidak jelas dan membingungkan anak-anak dalam mengenal dan melindungi alat vitalnya (LPA Sul-sel, 2008; Kordi, 2015). Stop Perkawinan Anak Sedangkan anak-anak yang berumur 12-18 tahun bergabung untuk pengenalan Pencegahan Perkawinan Anak yang difasilitasi oleh KPI Sulawesi Selatan. “Stop Perkawinan Anak” tidak hanya diketahui dan dikampanyekan oleh orang dewasa, tetapi harus diketahui dan dikampanyekan oleh anak-anak sendiri, yang merupakan calon korban Perkawinan Anak. Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan tingkat perkawinan anak yang tinggi. Karena itu, upaya pencegahan perkawinan anak di daerah ini mesti dilakukan secara massif dan berkelanjutan. Pada 2 Desember 2017 Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendeklarasikan “Stop Perkawinan Anak” dengan tema “Berikan Kami Ijazah, Bukan Buku Nikah.” Pada banyak kasus, perkawinan anak merupakan upaya orangtua atau keluarga untuk mengurangi beban ekonomi dengan memindahkan beban kepada suami atau keluarga suami. Namun, jalan keluar seperti ini ternyata memunculkan masalah baru, seperti keluarga miskin baru, anak kurang gizi, anak putus sekolah, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak (Kordi, 2015).

Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Peringatan HAKtP 2017 di Rusunawa ditutup dengan Talkshow mengenai Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan narasumber Tenri A. Palallo (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar), Ahmad Yulius (Kapolsek Mariso), Zulkifli Hasanuddin (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak-P2TP2A) dan Nurhawang (paralegal). Talkshow dipandu oleh Luna Vidya. Tenri A. Palallo menyampaikan bahwa, kadang perempuan atau istri tidak menyadari terjadinya kekerasan di dalam rumah. Misalnya, laki-laki atau suami tidak pernah membantu pekerjaan istri di dalam rumah, itu juga kekerasan terhadap perempuan. Sementara Ahmad Yulius menyampaikan bahwa, di Polsek Mariso telah ada unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) yang personilnya adalah polwan (polisi wanita), sehingga masyarakat tidak perlu takut dan ragu untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penanganan korban kekerasan perempuan dan anak juga ditangani di P2TP2A Kota Makassar yang merupakan sebuah lembaga pemerintah. Di P2TP2A terdapat staf dengan berbagai latar belakang di antaranya pendamping, pekerja sosial, pengacara, polisi, tenaga kesehatan, psikolog, hakim, dan jaksa, sehingga penanganan kasus dilakukan secara terpadu, demikian penyampaian Zulkifli Hasanuddin. Sementara sebagai seorang paralegal, Nurhawang yang akrab disapa Tante No menceritakan suka dukanya membantu korban kekerasan perempuan dan anak. Menurut Tante No, ada kasus yang difasilitasi untuk diselesaikan di tingkat Ketua RT atau RW, namun ada yang harus diselesaikan di kantor polisi. Bagi Tante No menjadi paralegal adalah panggilan karena tidak ada yang didapatkan dari profesi tersebut. Namun dengan membantu orang lain, terutama perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, maka kita telah melakukan sesuatu untuk kemanusiaan. Peringatan HAKtP berulang setiap tahun, artinya semua orang selalu diingatkan bahwa, masih ada kondisi yang merugikan perempuan: kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual terhadap perempuan, perkawinan anak, dan berbagai praktek yang tidak manusiawi yang harus dihapuskan. Karena itu Bergerak Bersama untuk Perempuan diperlukan untuk menciptakan kondisi yang adil bagi perempuan, termasuk Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) harus secepatnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.[] M. Ghufran H. Kordi K.

Berita Terkait